Wow! Siang Hari Ini Lebih Singkat dari Waktu yang Normal, Ini Alasannya

3 November 2022, 18:36 WIB
Wow! Siang Hari Ini Lebih Singkat dari Waktu yang Normal, Ini Alasannya /ANDRI SAPUTRA/ANTARA FOTO

DEMAK BICARA – Siang hari ini berjalan lebih singkat dari waktu normal.

Pada hari ini, Kamis, 3 November 2022, tengah hari yang datang lebih awal atau siang yang berlangsung lebih singkat dari waktu biasanya.

Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), tengah hari akan terjadi lebih lambat pada tanggal 3 November setiap tahun.

"Hal ini dikarenakan nilai perata waktu yang lebih besar (lebih positif) sehingga Matahari akan berkulminasi lebih awal dibandingkan hari-hari biasanya dalam setahun," ujar Andi Pangerang peneliti di Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Baca Juga: Film NCT DREAM THE MOVIE : In A DREAM Siap Tayang di Indonesia Akhir Bulan Ini, Cek Lokasi dan Harganya!

Fenomena ini terjadi karena ada selisih perata waktu antara Waktu Matahari Sejati dengan Waktu Matahari Rata-Rata.

Waktu Matahari Sejati adalah waktu yang diukur berdasarkan gerak semu harian Matahari sebenarnya.

Sementara Waktu Matahari Rata-Rata adalah waktu yang diukur berdasarkan gerak semu harian Matahari rata-rata, yakni tepat 24 jam.

Perata waktu dipengaruhi dua faktor, yaitu deklinasi Matahari dan kelonjongan orbit Bumi.

Deklinasi adalah sudut yang dibentuk antara ekuator langit (proyeksi ekuator Bumi pada bola langit) dengan ekliptika (lintasan edar Bumi mengelilingi Matahari).

Baca Juga: Pencipta Twitter Bakal Luncurkan Aplikasi Baru untuk Lawan Elon Musk, Pengguna Bebas Atur Algoritma Sendiri!

Nilai minimum deklinasi saat ini adalah −23,44 derajat, sedangkan nilai maksimumnya adalah +23,44 derajat.

Kedua nilai ini didasarkan kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap garis tegak lurus ekliptika sebesar 23,44 derajat.

Kemiringan sumbu rotasi Bumi senantiasa berubah dengan periode 41.000 tahun, contohnya 22,1 derajat pada tahun 8700 Sebelum Masehi (SM) dan 24,5 derajat di tahun 11800 Masehi (M) mendatang.

Siklus ini disebut juga Siklus Milankovitch, yakni orbit Bumi yang lonjong membuat Bumi berada pada titik terdekat dari Matahari (perihelion) dan di waktu lain berada pada titik terjauh Matahari (aphelion).

Saat harga mutlak deklinasi Matahari berkurang (Juni-September dan Desember-Maret), Matahari akan berkulminasi lebih lambat.

Baca Juga: Lirik Lagu Pesawat Kertas 365 Hari dari JKT 48 Hidup Bagaikan Pesawat Kertas Terbang dan Pergi Membawa Impian

Sedangkan saat harga mutlak deklinasi Matahari bertambah (September-Desember dan Maret-Juni), Matahari akan berkulminasi lebih cepat.

Saat Bumi menjauhi titik perihelion menuju aphelion (Januari-Juli), Matahari akan berkulminasi lebih lambat.

Sedangkan saat Bumi menjauhi titik aphelion menuju perihelion (Juli-Januari), Matahari akan berkulminasi lebih cepat.

"Kombinasi dari kedua faktor inilah yang membuat Matahari akan berkulminasi lebih cepat pada September-Desember dengan puncaknya pada 3 November," jelas Andi Pangerang.

Nilai perata waktu ketika tengah hari 3 November di Indonesia adalah +16 menit 27 detik.

Penentuan waktu tengah hari dalam waktu lokal menggunakan rumus berikut: Tengah Hari = 12 + Zona Waktu – Perata Waktu – Bujur/15

Sebagai Contoh:

Kota Bandung memiliki Bujur = 107 derajat 36 menit

Waktu Tengah Hari = 12.00 + 7.00 – (+00.16.27) – (107 derajat 36 menit/15 derajat) = 11.33.09 WIB

Secara umum, dampak tengah hari lebih awal menyebabkan waktu terbit Matahari, waktu duha (saat ketinggian Matahari mencapai +4,5 derajat atau sepenggalah), dan waktu subuh sekaligus awal fajar astronomis (akhir malam astronomis) lebih cepat dibandingkan hari lain, terutama di wilayah selatan Indonesia, seperti Jawa dan Nusa Tenggara.

"Hal ini dikarenakan durasi malam hari yang semakin kecil jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan selatan pada umumnya. Ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal sehingga ketiga waktu salat ini menjadi lebih cepat," ujar Andi.

Selain itu, tengah hari lebih awal menyebabkan waktu terbenam Matahari (magrib) dan waktu isya sekaligus akhir senja astronomis (awal malam astronomis) lebih cepat dibandingkan hari lain, terutama di wilayah utara Indonesia, seperti Aceh, Sumatera Utara, Kep. Natuna (Provinsi Kep. Riau), Kalimantan Utara dan Kep. Sangir-Talaud (Sulawesi Utara).

"Hal ini dikarenakan durasi malam hari yang semakin lebih besar jika dibandingkan dengan durasi siang hari untuk belahan utara pada umumnya. Ditambah juga dengan tengah hari yang lebih awal, sehingga kedua waktu salat ini menjadi lebih cepat," jelasnya.

Tidak hanya itu, hari surya (solar day) atau durasi antara tengah hari hingga tengah hari berikutnya akan menjadi tepat 24 jam.

Hal ini karena panjang hari surya secara matematis merupakan derivasi/turunan fungsi perata waktu.

"Saat perata waktu mencapai nilai maksimum maupun minimum, maka derivasinya tepat nol sehingga panjang hari surya menjadi setimbang," kata Andi.

"Panjang hari surya bervariasi antara 24 jam minus 11 detik (18 September) hingga 24 jam plus 30 detik (25-26 Desember)," tuturnya.

"Fenomena ini tidak berdampak bagi kehidupan manusia di Bumi," pungkasnya.***

 

Editor: Maya Atika

Tags

Terkini

Terpopuler