Mengenal Biografi Pahlawan Revolusi Indonesia yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI

30 September 2022, 06:48 WIB
Potret deretan para pahlawan korban kekejaman G30S PKI. /Instagram/@pahlawan_revolusi/

DEMAK BICARA – Berikut biografi Pahlawan Revolusi Indonesia.

Pahlawan Revolusi merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada sejumlah perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang gugur dalam peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965.

Tujuh perwira TNI yang ditemukan tewas di Lubang Buaya ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 111/KOTI/1965.

Baca Juga: Hasil Pertandingan Babak 16 Besar Turnamen BWF Vietnam Open 2022 Reza/Melati-Naufal/Lisa Amankan Tiket

Karel Satsuitubun ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 114/KOTI/1965.

Sementara dua perwira lainnya, yaitu Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono, menjadi Pahlawan Revolusi Indonesia berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 118/KOTI/1965.

Atas jasanya, para mendiang perwira ini mendapatkan gelar Anumerta yang diberikan kepada tokoh yang meninggal di tengah tugas.

Siapa sajakah tokoh yang menjadi Pahlawan Revolusi Indonesia?

Simak biografi Pahlawan Revolusi Indonesia berikut ini.

  1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Ahmad Yani merupakan salah satu petinggi TNI Angkatan Darat (AD) pada masa Orde Lama.

Jenderal Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922.

Semasa muda, beliau mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Di dunia militer, Jenderal Ahmad Yani turut dalam pemberantasan PKI Mandiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.

Pada 1958, Jenderal Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI.

Baca Juga: Rekomendasi Rangkaian Nama Bayi Laki-Laki Awalan Muhammad Contoh Muhammad Zhafran Aqila- Muhammad Yazid Ilmany

Beliau menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tahun 1962.

Jenderal Ahmad Yani gugur dalam peritiwa G30S PKI pada 1 Oktober 1965.

  1. Letjen (Anumerta) Suprapto

Letjen Suprapto lahir di Purwokerto pada 20 Juni 1920.

Letjen Suprapto sempat menempuh pendidikan di Akademi Militer Kerajaan Bandung tetapi terhenti karena kedatangan Jepang di Indonesia.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, Letjen Suprapto aktif merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap.

Ia menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto dan terlibat dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan dari Panglima Besar Sudirman.

Letjen Suprapto termasuk tokoh yang tegas menolak usulan angkatan perang kelima untuk PKI.

Letjen Suprapto menjadi korban pemberontakan G30S bersama petinggi TNI AD lain.

Kini, Letjen Suprapto dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta.

  1. Letjen (Anumerta) S. Parman

Letjen Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918.

Beliau menempuh pendidikan di bidang intelijen, bahkan dikirim ke Jepang untuk mempelajari ilmu intelijen di Kenpei Kasya Butai.

Kemampuannya di bidang intelijen membuatnya tahu rencana PKI membentuk angkatan perang kelima.

Sayangnya, Letjen S. Parman ikut menjadi korban peristiwa G30S PKI.

  1. Letjen (Anumerta) M.T Haryon

Mas Tirtodarmo Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum terjun ke dunia militer, Letjen M. T. Haryono pernah masuk Ika Dai Gaku (sekolah kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

Kemudian, Letjen M. T. Haryono bergabung bersama TKR dengan pangkat mayor.

Kepiawaiannya menguasai tiga bahasa asing, yakni Belanda, Inggris, dan Jerman, sangat berguna bagi Indonesia dalam melakukan berbagai perundingan internasional.

Letjen M. T. Haryono mulai berkutat di Kementerian Pertahanan dan sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

Selanjutnya, Letjen M. T. Haryono menjadi Atase Militer RI untuk Belanda di 1950 serta menjabat sebagai Direktur Intendans dan Deputi Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat pada 1964.

  1. T. Haryono ikut gugur bersamaan dengan petinggi TNI AD lain akibat pemberontakan G30S PKI.
  2. Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan

Donald Ignatius Panjaitan atau D. I. Panjaitan lahir 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli.

Pada masa kependudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan militer Gyugun, kemudian ditempatkan di Pekanbaru, Riau, sampai kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, D. I. Panjaitan ikut membentuk TKR.

Menjelang akhir hayatnya, Mayjen D. I. Panjaitan diangkat sebagai Asisten IV Menteri atau Panglima Angkatan Darat serta mendapat tugas menempuh pendidikan di Amerika Serikat.

  1. Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah.

Pada masa kependudukan Jepang, ia menempuh pendidikan di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi, Jakarta kemudian diangkat sebagai pegawai negeri di kantor Kabupaten Purworejo.

Setelah Indonedia merdeka, Mayjen Sutoyo masuk TKR bagian Kepolisian dan menjadi anggota Korps Polisi Militer.

Mayjen Sutoyo Siswomiharjo diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto lalu menjadi Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo.

Pada 1961, beliau mendapatkan tugas sebagai Inspektur Kehakiman atau Oditur Jenderal Angkatan Darat.

Sayang, keberanian Mayjen Sutoyo Siswomiharjo menentang pembentukan angkatan kelima PKI menyebabkan beliau gugur dalam peristiwa G30S PKI.

  1. Brigjen (Anumerta) Katamso

Brigjen Katamso lahir 5 Februari 1923 di Sragen, Jawa Tengah.

Setelah mendapat pendidikan militer di PETA, ia diangkat menjadi Shodanco di Solo.

Brigjen Katamso masuk TKR kemudia, dikirim ke Sumatra Barat pada 1958 untuk menumpas pemberontakan PRRl sebagai Komandan Batalion A Komando Operasi 17 Agustus.

Beliau diangkat menjadi Kepala Staf Resimen Team Pertempuran (RIP) II Diponegoro di Bukittinggi

Mayjen Katamso gugur menjadi korban dari G30S PKI dan jenazahnya ditemukan pada tanggal 22 Oktober 1965.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

  1. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Kapten Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta.

Ia mengikuti pendidikan di Akademi Militer Jurusan Teknik tahun 1962.

Setelah lulus, Kapten Piere Tendean menjabat sebagai Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II di Bukit Barisan, Medan.

Pada April 1965, Kapten Pierre Tendean resmi diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution.

Saat PKI mendatangi kediaman Jend. Nasution, Pierre Tendean rela mengaku sebagai A. H. Nasution saat sang jenderal melarikan diri.

Tragisnya, ia dan putri A. H. Nasution, Ade Irma Suryani, ditembak di sana.

  1. A. I. P. II (Anumerta) K. S. Tubu

Karel Satsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara, pada tanggal 14 Oktober 1928.

Beliau mengikuti pendidikan Sekolah Polisi Negara di Ambon lalu diangkat sebagai Agen Polisi Tingkat II juga bertugas dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.

Kemudian, beliau ditempatkan di kesatuan Brimob Dinas Kepolisian Negara di Jakarta.

Pada 1955, beliau pindah ke Medan, Sumatra Utara, lalu pindah ke Sulawesi pada1958.

Saat terjadi pemberontakan G30S PKI, beliau sedang bertugas sebagai pengawal kediaman Dr. Y. Leimena yang berdampingan dengan rumah Jenderal A. H. Nasution.

Satsuitubun sempat melawan namun akhirnya ditembak hingga gugur.

Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

  1. Kolonel (Anumerta) Sugiyono

Kolonel Sugiyono lahir 12 Agustus 1926 di Desa Gendaran, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Pada masa kependudukan Jepang, Kolonel Sugiyono menempuh pendidikan militer di PETA.

Beliau diangkat menjadi Budanco di Wonosari.

Pada 1 Oktober 1965, Kolonel Sugiyono yang baru kembali dari Pekalongan langsung ditangkap dan diculik di Markas Korem 072 yang dikuasai gerombolan PKI.

Beliau dibunuh di Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.

Jenazahnya ditemukan pada 22 Oktober 1965 kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.

Demikian biografi 10 Pahlawan Revolusi Indonesia yang gugur dalam peristiwa G30S PKI.***

Editor: Kusuma Nur

Tags

Terkini

Terpopuler