Kronologi Kasus Suap Izin Tambang Eks Bupati Mardani Maming, Sempat Buron KPK Kini Sah Menjadi Tersangka

- 29 Juli 2022, 21:09 WIB
Kronologi Kasus Suap Izin Tambang Eks Bupati Mardani Maming, Sempat Buron KPK Kini Sah Menjadi Tersangka
Kronologi Kasus Suap Izin Tambang Eks Bupati Mardani Maming, Sempat Buron KPK Kini Sah Menjadi Tersangka /ANTARA

DEMAK BICARA – Mardani Maming sah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap izin usaha tambang setelah sempat menjadi buronan.

Mardani Maming menyerahkan diri pada Kamis, 28 Juli 2022 usai masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK terkait kasus dugaan pemberian suap atas izin usaha pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Mardani Maming menjabat sebagai bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan periode 2010-2015 dan 2016-2018.

Baca Juga: Hari Ini Berulang Tahun, Simak 5 Daftar Sinetron yang Pernah Dibintangi Oleh Chelsea Olivia

Di tahun 2010, Henry Soetio dari PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) berniat memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.

Untuk segera mendapat persetujuan sang bupati, Henry Santoso meminta bantuan pada Mardani Maming.

Setahun kemudian pada 2011, Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.

Lalu, pada Juni 2011, Maming membuat surat keputusan (SK) terkait IUP OP beralih dari PT BKPL ke PT PCN.

Namun, muncul dugaan dokumen administrasi peralihan tersebut backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa tanda tangan pejabat berwenang.

Peralihan tersebut juga melanggar UU No. 4 Tahun 2009 Pasal 93 Ayat (1) yang menyatakan pemegang IUP dan IUPK dilarang memindahkannya ke pihak lain.

Selanjutnya, Maming meminta Henry membuat izin pengurusan pelabuhan untuk membantu aktivitas PT Angsana Terminal Utama (ATU) milik Maming.

Diduga Maming membentuk perusahaan fiktif untuk melakukan usaha pertambangan dan pembangunan pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Baca Juga: Perayaan-Perayaan Malam Satu Suro di Nusantara, Ternyata Tidak Hanya Dirayakan Warga di Tanah Jawa

Pada 2012, PT ATU mulai membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 hingga 2014 bersumber dana dari Henry.

KPK menduga Henry Soetio sempat beberapa kali memberikan uang kepada Maming melalui sejumlah orang kepercayaannya dengan dalih formalitas perjanjian kerja sama.

Selama kurun waktu 2014-2020, KPK menduga Mardani Maming menerima uang tunai maupun transfer sebesar Rp104,3 miliar.

KPK kemudian melakukan dua kali pemanggilan terhadap Mardani Maming pada 14 dan 28 Juli. Tersangka tidak hadir.

Pada Senin, 25 Juli 2022, tim penyidik KPK bermaksud menjemput paksa Maming ke apartemen di Jakarta. Namun, keberadaannya tidak ditemukan.

Atas tindakan tidak kooperatif tersebut, KPK memasukkan Maming dalam DPO KPK pada 26 Juli dan bekerja sama dengan Bareskrim Polri untuk menangkap tersangka.

Akhirnya, Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan dan bendahara PBNU itu muncul di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis 28 Juli 2022 pukul 14.00 WIB didampingi pengacara.

Menanggapi statusnya sebagai buronan KPK, Maming mengaku memang berniat datang ke KPK hari itu setelah pulang ziarah Wali Songo. Ia juga menyebut penetapan dirinya di DPO itu tidak perlu.

Kader PDIP itu menyebut prosedur pemberian IUP itu berjalan sesuai aturan.

"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kepala dinas teknis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ujarnya dikutip dari pikiran-rakyat.com.

Ia juga menolak kasus ini sebagai gratifikasi, melainkan murni persoalan bisnis.

KPK resmi menahan Maming selama 20 hari hingga 16 Agustus 2022 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Maming disebut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Atas kasusnya, jabatan Mardani Maming sebagai bendahara PBNU juga telah dinonaktifkan sejak Juni.***

Editor: Kusuma Nur


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x