"Saya kumpulkan, Rp 120 ribu saya kasihkan ke ibu, Rp 350 ribu buat saya. Itu tahun 1988, Rp 2-3 juta penghasilan sebulan. Resikonya tidur paling 4-5 jam sehari," kata dia.
Dia berverita pernah ke sekolah itu bawa bisa Rp 25 juta.
"Gaya saya saat itu ya, bisa traktrir teman bakso bakwan tiap Sabtu, itu harganya Rp 150," kata dia mengenang.
Saat itu, Dadang Supriatna mengaku belum kuliah selepas STM.
"Karena buat apa sudah punya uang penghasilan . Berjalan terus saya merintis kontraktor tahun 1993, di 1995 saya punya perusahaan. Lalu kakak saya jadi direktur. Sampai sekarang saya bisa punya kapal dan alat berat karena di bidang kontruksi dan ekspedisi," kata dia.***