Dari Sultan Agung, Ternyata Hubungan 1 Muharram dan Malam Satu Suro jadi Sakral Bagi Masyarakat Jawa

26 Juli 2022, 16:02 WIB
Ilustrasi film Sultan Agung, dari Sultan Agung disebut sejarah malam satu Suro berhubungan dengan bulan Muharram dalam kalender Islam. /Cineverse

 

 
DEMAK BICARA – Malam satu Suro merupakan peringatan sakral yang berasal dari sejarah Mataram Islam, lantas apa hubungannya dengan bulan Muharram, yang disebut bermula dari Sultan Agung.

Dari Sultan Agung lantas disebut sejarah malam satu Suro berhubungan dengan bulan Muharram dalam kalender Islam, namun lebih berupa tradisi Jawa daripada ibadah keagamaan.

Hingga sekarang, malam satu Suro yang datang pada bulan Muharram masih sakral dan terus diperingati dengan sejarah yang berawal sejak abad ke 17 semasa Sultan Agung.

 

Meruntut dari beberapa sumber seperti laman Indonesia Kaya, dan Peta Budaya Rumah Belajar Kemdikbud, berikut rinciannya.

Sejarah malam satu Suro pada bulan Muharram berawal dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Kesultanan Mataram Islam.

Saat itu, masyarakat umum menggunakan kalender Saka peninggalan ajaran Hindu, sedangkan Mataram Islam menerapkan kalender Hijriah sesuai agama Islam.

Sultan Agung berniat menggabungkan kedua penanggalan untuk memperluas Islam di Tanah Jawa.

 

Sekaligus menyatukan kelompok santri dan abangan di kesultanan agar bersatu melawan Belanda di Batavia.

Dikutip dari Indonesia Kaya, penyatuan kalender Saka dan Hijriah bermula Jumat Legi, Jumadil Akhir, 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.

Nama Suro diambil dari Asyura yang merujuk pada 10 Muharram dalam kalender Hijriah.

Mengutip dari Peta Budaya Kemdikbud, penanggalan Jawa menggabungkan kalender lunar (Hijriah), kalender matahari (Masehi), dan kalender Hindu (Saka).

 

Sistem kalender Jawa seperti berikut.
Perhitungan kalender Jawa memiliki dua sistem, mingguan (7 hari) dan pasaran (5 hari).


Satu tahun kalender Jawa memiliki 12 bulan dengan nama yang diadaptasi dari bulan Hijriah, yaitu Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah/Sela/Apit, dan Besar.

Baca Juga: Hujan Meteor Juli 2022 Bareng Malam Satu Suro, Kapan dan Bagaimana Cara Menonton Fenomena Ini?

Satu tahun dalam penanggalan Jawa terdiri dari 354 3/8 hari sehingga memiliki siklus windu (8 tahun).

Hasil siklus ini adalah tanggal satu Suro pada urutan tahun Jawa ke delapan selisih satu hari lebih lambat dari 1 Muharram kalender Islam.

 

Peringatan malam satu Suro dilaksanakan pada malam hari mengikuti pergantian hari pada kalender Jawa yang dimulai saat matahari tenggelam.

Pada malam satu Suro, Sultan Agung sering mengadakan pertemuan pemerintahan sekaligus pengajian, ziarah kubur, dan haul ke makam Sunan Ampel dan Giri.

Baca Juga: BACAAN Niat Puasa 10 Muharram 1444 H, Salah Satu Keistimewaannya Dapat Menghapus Dosa Selama Satu Tahun

Akibatnya, muncul kepercayaan malam satu Suro keramat dan harus digunakan untuk pengajian, ziarah, dan haul.

Sebagai perayaan tahun baru Jawa yang juga tahun baru Islam, banyak tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa dari berbagai daerah.

 

Keraton Surakarta rutin merayakan malam satu Suro dengan arak-arakan kebo bule Kyai Slamet dan warga yang berebut kotoran kerbau karena dianggap membawa berkah.

Baca Juga: 12 Peristiwa Sejarah Islam Selama Bulan Muharram, Mulai Kisah Nabi Adam AS hingga Muhammad SAW, Apa Saja?

Di Yogyakarta, kirab dilakukan dengan iring-iringan benda pusaka.***
 

 

Editor: Diaz A Abidin

Tags

Terkini

Terpopuler