AS Gagalkan Upaya Militer Myanmar Pindahkan Dana Jumbo Dari Rekening

5 Maret 2021, 08:02 WIB
Seorang demonstran ditahan oleh polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. /Reuters/Stringer

 

 


DEMAK BICARA – Amerika Serikat berhasil mengagalkan upaya junta militer Myanmar untuk memindahkan dana mereka yang ditahan AS. Dana itu ada di Federal Reserve Bank of New York, AS.

Militer Myanmar dilaporkan berusaha memindahkan dana sebesar sekitar $ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun yang ada di rekening tersebut. Namun, upaya itu berhasil digagalkan oleh otoritas AS.

Informasi ini disampaikan salah satu pejabat pemeritahan AS yang tidak mau disebutkan namanya. Dana itu dibekukan oleh AS sejak militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.

Upaya pemindahan dana tersebut dilakukan dengan modus melakukan transaksi, sehingga rekening akan menjadi kosong. Upaya ini terjadi pada 4 Februari 2021, tapi berhasil digagalkan.

Pejabat pemerintah AS menolak menyetujui transaksi itu. Mereka memblokirnya hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Seperti diinformasikan, pasca kudeta, militer Myanmar langsung mengambil alih Bank Sentral negara itu. Militer melantik gubernur bank sentral baru dan menahan pejabat ekonomi penting sebelumnya.

Diantaranya, Bo Bo Nge, wakil gubernur reformis dan sekutu Aung San Suu Kyi. Hingga kini, mereka masih ditahan oleh militer.

Baca Juga: Hari Paling Berdarah di Myanmar: 38 Demonstran Tewas Ditembak Militer

Seorang juru bicara Fed New York menolak berkomentar tentang pemegang rekening tertentu. Departemen Keuangan AS juga menolak berkomentar.

Pihak militer dan pejabat bank sentra Myanmar juga menolak untuk memberikan komentar. Demikian dilansir dari Reuters pada Jumat, 5 Maret 2021.

Pemindahan dana itu merupakan upaya militer untuk membatasi efek dari sanksi yang dijatuhkan kepada mereka. AS, Kanada, Uni Eropa, dan Inggris telah menjatuhkan sanksi baru setelah kudeta dan tindakan represif militer kepada demonstran.

Pada 10 Februari 2021, Presiden AS Joe Biden memerintahkan pelarangan para jenderal Myanmar untuk "memiliki akses yang tidak semestinya" ke dana Rp 14 triliun tersebut. Perintah itu juga mengizinkan penyitaan aset pemerintah pasca kudeta Myanmar.

Kondisi Myanmar sepekan ini semakin memanas. Aksi demonstrasi menentang kudeta di Myanmar kembali memakan korban. Dilaporkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, 38 orang tewas pada hari Rabu, 3 Maret 2021. Empat diantaranya adalah anak-anak. Ini jumlah korban tewas terbesar dalam sehari.

Baca Juga: Militer Myanmar Semakin Brutal, 18 Demonstran Tewas. PBB: Dunia Harus Bertindak

Baca Juga: China Latihan Militer Sebulan di Laut Natuna Utara, Taiwan Balas Dengan Uji Coba Rudal

Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan ini adalah "hari paling berdarah" sejak kudeta terjadi di negara itu. Saat ini, total tewas lebih dari 50 orang. Versi lain memberikan hitungan yang lebih tinggi.

Dunia didesak untuk mengambil langkah yang lebih tegas dan keras kepada militer Myanmar.Tom Andrews, pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk hak asasi manusia di Myanmar mengatakan aksi kekerasan junta akan terus berlanjut. Untuk itu, komunitas internasional perlu meningkatkan responnya.

“Mengutuk kekerasan militer sudah kita lakukan, tapi itu tidak cukup. Kita harus bertindak. Mimpi buruk di Myanmar yang terbentang di depan mata kita akan bertambah parah. Dunia harus bertindak,” kata Andrews.

Andrews mengusulkan dijatukannya embargo senjata skala global kepada Myanmar. Ia mengusulkan sanksi juga perlu diarahkan pada mereka yang berada di balik aksi kudeta dan sanksi terhadap bisnis militer.***

Editor: Muhammad J.H

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler