AS Gagalkan Upaya Militer Myanmar Pindahkan Dana Jumbo Dari Rekening

- 5 Maret 2021, 08:02 WIB
Seorang demonstran ditahan oleh polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021.
Seorang demonstran ditahan oleh polisi anti huru hara selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. /Reuters/Stringer

Seorang juru bicara Fed New York menolak berkomentar tentang pemegang rekening tertentu. Departemen Keuangan AS juga menolak berkomentar.

Pihak militer dan pejabat bank sentra Myanmar juga menolak untuk memberikan komentar. Demikian dilansir dari Reuters pada Jumat, 5 Maret 2021.

Pemindahan dana itu merupakan upaya militer untuk membatasi efek dari sanksi yang dijatuhkan kepada mereka. AS, Kanada, Uni Eropa, dan Inggris telah menjatuhkan sanksi baru setelah kudeta dan tindakan represif militer kepada demonstran.

Pada 10 Februari 2021, Presiden AS Joe Biden memerintahkan pelarangan para jenderal Myanmar untuk "memiliki akses yang tidak semestinya" ke dana Rp 14 triliun tersebut. Perintah itu juga mengizinkan penyitaan aset pemerintah pasca kudeta Myanmar.

Kondisi Myanmar sepekan ini semakin memanas. Aksi demonstrasi menentang kudeta di Myanmar kembali memakan korban. Dilaporkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, 38 orang tewas pada hari Rabu, 3 Maret 2021. Empat diantaranya adalah anak-anak. Ini jumlah korban tewas terbesar dalam sehari.

Baca Juga: Militer Myanmar Semakin Brutal, 18 Demonstran Tewas. PBB: Dunia Harus Bertindak

Baca Juga: China Latihan Militer Sebulan di Laut Natuna Utara, Taiwan Balas Dengan Uji Coba Rudal

Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan ini adalah "hari paling berdarah" sejak kudeta terjadi di negara itu. Saat ini, total tewas lebih dari 50 orang. Versi lain memberikan hitungan yang lebih tinggi.

Dunia didesak untuk mengambil langkah yang lebih tegas dan keras kepada militer Myanmar.Tom Andrews, pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk hak asasi manusia di Myanmar mengatakan aksi kekerasan junta akan terus berlanjut. Untuk itu, komunitas internasional perlu meningkatkan responnya.

“Mengutuk kekerasan militer sudah kita lakukan, tapi itu tidak cukup. Kita harus bertindak. Mimpi buruk di Myanmar yang terbentang di depan mata kita akan bertambah parah. Dunia harus bertindak,” kata Andrews.

Halaman:

Editor: Muhammad J.H

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah