Indonesia Masih Turun Hujan Sampai Akhir Juli? Ini Penjelasan LAPAN

- 24 Juni 2021, 13:05 WIB
Ilustrasi - Hujan di Siang hari
Ilustrasi - Hujan di Siang hari /Pexels/Peter Fazekas/
 
 
Demak Bicara - Hujan yang masih sering terjadi di wilayah barat Indonesia (Jawa dan Sumatra) sejak awal bulan Juni terjadi karena pengaruh dinamika laut-atmosfer yang terjadi di Samudra Hindia.
 
Dinamika ini ditunjukkan dari pembentukan pusat tekanan rendah berupa pusaran angin yang dinamakan dengan vorteks di selatan ekuator dekat pesisir barat Sumatra dan Jawa.
 
Pembentukan vorteks di Samudra Hindia yang sangat intensif sejak awal Juni ini diprediksi bertahan sepanjang periode musim kemarau sehingga berpotensi menimbulkan anomali musim kemarau yang cenderung basah sepanjang bulan Juli-Oktober pada tahun ini.
 
 
Hal ini juga diperkuat dengan prediksi pembentukan Dipole Mode negatif di Samudra Hindia yang berpotensi menimbulkan fase basah di barat Indonesia.
 
Dipole Mode ini ditandai dengan penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia dekat Sumatra. Sedangkan sebaliknya di wilayah dekat Afrika mengalami pendinginan suhu permukaan laut.
 
Kondisi ini mengakibatkan pemusatan aktivitas awan dan hujan terjadi di Samudra Hindia barat Sumatra sehingga berdampak pada pembentukan hujan yang berkepanjangan selama musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.
Penghangatan suhu permukaan laut di Samudra Hindia barat Sumatra ini juga merupakan bagian dari feedback response terhadap kondisi di Samudra Pasifik yang saat ini mengalami La Nina namun semakin melemah dan cenderung menuju kondisi netral.
 
Meskipun demikian, Diple Mode negatif ini diprediksi hanya berlangsung secara singkat, yaitu dua bulan (Juli-Agustus) sehingga belum memenuhi kriteria Dipole Mode yang secara ilmiah harus terjadi minimal 3 bulan berturut-turut.
 
Meskipun demikian, eksistensi vorteks dan penghangatan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia diprediksi akan terus berlangsung hingga Oktober. 
 
Gabungan vorteks dan anomali suhu permukaan laut lokal ini merupakan faktor pembangkit yang menyebabkan anomali musim kemarau cenderung basah pada tahun ini terutama di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa hingga Nusa Tenggara Timur) dan timur laut (Maluku, Sulawesi, Halmahera).
Oleh: Erma Yulihastin, Peneliti Klimatologi PSTA-LAPAN
 
https://t.co/V03oHS8dJM

Editor: Martinus Prabowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x