Apa Perbedaan Kasus Surya Darmadi Si Maling Uang Rakyat Antara di Kejagung dan KPK? Simak Penjelasannya

- 19 Agustus 2022, 21:25 WIB
Apa Perbedaan Kasus Surya DarmadiSi Maling Uang Rakyat Antara di Kejagung dan KPK? Simak Penjelasannya
Apa Perbedaan Kasus Surya DarmadiSi Maling Uang Rakyat Antara di Kejagung dan KPK? Simak Penjelasannya /Antara/dok

DEMAK BICARA – Apa perbedaan antara perkara maling uang rakyat yang menjerat Surya Darmadi di Kejagung dan KPK?

Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama-sama menjerat Surya Darmadi si maling uang rakyat dengan tuduhan korupsi dan penyuapan.

Surya Darmadi yang baru kembali ke Indonesia pada 15 Agustus lalu, setelah buron selama 3 tahun, langsung dihadapkan dua perkara yang dilayangkan Kejagung dan KPK.

Baca Juga: Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022: Cek Cara Nonton dan Jadwal Pertandingan Tim Indonesia, Siap-siap!

Lalu, apa perbedaan perkara yang dituduhkan Kejagung dan KPK kepada Surya Darmadi?

Kejaksaan Agung

Hasil penyidikan Kejagung menetapkan Surya Darmadi tersangka kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas kasus penyerobotan lahan sawit seluas 37.095 hektar di wilayah Riau oleh PT Duta Palma Group.

PT Duta Palma Group merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit milik Surya Darmadi atau Apeng yang diduga beroperasi tanpa izin sepanjang 2003-2022.

Pt Duta Palma Group adalah induk dari lima perusahaan, yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Argo Lestari, PT Seberida Subut, PT Palma Satu, dan PT Kencana Alam Tani.

Baca Juga: Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022: Cek Cara Nonton dan Jadwal Pertandingan Tim Indonesia, Siap-siap!

Jaksa Agung ST Burhanuddin pada keterangan pers Senin, 1 Agustus 2022 menjelaskan bahwa Kejagung menetapkan Surya Darmadi dan Raja Thamsir Rachman bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 sebagai pelaku korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Pada 2003, keduanya bersekongkol untuk mempermudah izi usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group.

Surya meminta Raja Tamrin sebagai kepala daerah memberikan izin kegiatan usaha kelapa sawit kepada lima anak perusahaannya melalui HGU.

Hak Guna Usaha adalah hak penggunaan tanah milik negara untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan oleh perusahaan swasta dalam jangka waktu tertentu.

Lahan yang dipakai adalah hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan penggunaan lainnya (HPL) di wilayah Indragiri Hulu, Riau.

Izin tersebut diberikan tanpa izin prinsip dan analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Surya Darmadi kemudian membuka perkebunan kelapa sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan dan hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional.

Selain itu, Kejagung mengungkapkan PT Duta Palma Group tidak memenuhi kewajiban 20 persen dari total area perkebunan untuk kebutuhan masyarakat setempat, sesuai Pasal 11 Peraturan Menteri 26/2007 tentang Pedoman Izin Usaha Perkebunan.

“Kegiatan yang dilakukan oleh tersangka mempengaruhi perekenomian negara, dengan hilangnya hak-hak masyarakat yang sebelumnya memanfaatkan, dan memperoleh manfaat dari kawasan hutan,” ungkap Burhanuddin.

Pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan yang dilakukan PT Duta Palma Group juga merugikan negara berupa tindakan perusakan hutan dan ekosistem lingkungan.

Kejagung menetapkan Surya Darmadi selaku pemilik PT Duta Palma Group dan Raja Thamsir Rachman selaku bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 sebagai pelaku kasus ini.

Keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsider Pasal 30 jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 21/2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Surya Darmadi juga melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pencucian Uang.

Saat ini, Raja Tamsir masih dipenjara atas vonis korupsi APBD Indragiri Hulu, Riau 2005-2008.

KPK

KPK menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka kasus suap pada April 2019 atas statusnya selaku pemilik PT Duta Palma Group.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 25 September 2014 kepada Annas Maamun gubernur Riau periode itu dan Gulat Medali Emas Manurung sebagai Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Riau.

Berdasarkan pemeriksaan lanjutan, Surya Darmadi, Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Group, dan Edison Marudut Marsadauli Siahaan Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau juga ditetapkan sebagai tersangka.

Surya Darmadi diduga bersama Suheri Terta menyuap Annas Maamun sebesar Rp3 miliar terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan tahun 2014.

Suheri bertindak sebagai orang kepercayaan Surya untuk mengurus perizinan lahan perkebunan milik Duta Palma Group dan anak usahanya.

Izin alih fungsi hutan dilakukan untuk mengubah izin kawasan hutan produktif menjadi bukan kawasan hutan, seperti untuk perkebunan kelapa sawit.

Annas Maamun telah bebas dari penjara terkait kasus penyuapan ini sejak 2020, namun ia masih menjadi tersangka KPK kasus suap DPRD Riau tahun 2015 dengan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Suheri Terta terkena hukuman 3 tahun pidana pidana penjara dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan usai kalah di sidang kasasi Mahkamah Agung pada 2021.

Perbedaan Perkara Surya Darmadi di Kejagung dan KPK

Menurut pernyataan Karyoto Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK di Gedung KPK pada Kamis kemarin, dikutip dari Antara, perkara yang menjerat Surya Darmadi berhubungan dengan kerugian negara.

Surya Darmadi dituntut dengan UU Tipikor Pasa 2 dan 3 yang berkaitan dengan pengembalian kerugian keuangan negara.

Sementara itu, ia dituntut KPK atas kasus suap.

Dilihat dari bobotnya, kasus di Kejagung lebih berat dari kasus yang ditangani KPK.***

Editor: Kusuma Nur


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x