“Kesepakatan tersebut justru hanya berfokus kepada ambisi pemerintahan untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai episentrum sepak bola di Indonesia bahkan dunia,” tulis Fatia Maulidiyanti Koordinator KontraS dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Tidak hanya itu, KontraS menilai bahwa ambisi pemerintah Indonesia tidak memprioritaskan perlindungan, pemajuan, dan hak asasi manusia (HAM), terutama untuk korban tragedi Kanjuruhan.
“Jatuhnya 133 korban jiwa serta ratusan orang lainnya bahkan tidak menjadi pokok bahasan utama dalam kesepakatan antara pemerintah dan FIFA pada pertemuan tersebut,” tambahnya.
Terlebih, KontraS kembali mengingatkan bahwa tragedi suporter yang terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya itu merupakan peristiwa terbesar kedua di dunia dan tentu melanggar HAM milik warga Indonesia.
Hal ini, menurut Fatia, menyebabkan kedatangan Presiden FIFA ke Indonesia guna bertemu dengan Jokowi dan PSSI bukanlah langkah relevan saat ini.
Fatia menyatakan bahwa pemerintah seharusnya fokus melakukan upaya pemulihan dan memenuhi hak korban tragedi Kanjuruhan, serta menyelesaikan masalah kekerasan dalam kejadian ini.
“Mengingat situasi dan kondisi saat ini terkait dengan korban masih belum selesai dan pemangku kepentingan justru memfokuskan pembahasan terkait dengan upaya transformasi sepak bola Indonesia secara keseluruhan,” pungkasnya.