Hari Ini Sah Jadi UU, LBH Beberkan Sejumlah Poin Permasalahan RKUHP

- 6 Desember 2022, 15:42 WIB
RKUHP Sah Menjadi Undang-Undang pada Sidang Paripurna DPR RI
RKUHP Sah Menjadi Undang-Undang pada Sidang Paripurna DPR RI /Antara/Nyoman Hendra Wibowo/

DEMAK BICARA – Mulai hari ini, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sah menjadi Undang-undang meski memiliki banyak poin permasalahan.

Rapat Paripurna DPR ke-11 masa persidangan II tahun 2022-2023 pada Selasa, 6 Desember 2022 resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang.

Dalam rapat yang terlaksana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, itu, Sufmi Dasco Ahmad Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad Wakil Ketua DPR menerima dokumen laporan terkait RKUHP dari Bambang Wuryanto Ketua Komisi III.

Meski resmi menjadi Undang-undang, masyarakat Indonesia menyerukan sejumlah masalah yang masih muncul dalam RKUHP tersebut.

Baca Juga: Lirik Lagu Bismillah Cinta dari Ungu Feat Lesti Kejora: Bismillah Cinta Percaya Padaku, Percaya Cinta

Melalui akun Twitter miliknya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merangkumkan poin-poin permasalahan yang ada di RKUHP.

Berikut poin permasalahan di dalam RKUHP sesuai draft tanggal 30 November 2022.

1. Pasal 240 tentang Penghinaan Pemerintah dan Lembaga Negara

Dalam pasal ini, penghinaan pemerintah dan lembaga negara menjadi delik aduan secara terbatas.

Delik ini dapat ditujukan untuk penghinaan yang tidak menimbulkan keributan.

Baca Juga: Kylian Mbappe Pimpin Pencetak Gol Terbanyak Piala Dunia 2022, Cek Top Skor Terbaru Piala Dunia Fase 16 Besar

Poin masalah:

- Sulit membedakan tindakan penghinaan dan kritik.

- Pasal ini dapat digunakan membatasi kritik kepada pemerintahan.

- Pasal ini berpotensi digunakan untuk melindungi individu yang bekerja di pemerintahan, bukan untuk suatu institusi.

2. Pasal 256 tentang Larangan Unjuk Rasa Tanpa Pemberitahuan

Pelaku dapat dipidana jika tidak memberitahukan aksi unjuk rasa kepada pihak berwenang terlebih dulu dan mengganggu pelayanan publik.

Pelanggar akan dipidana maksimal enam bulan atau denda maksimal Rp10 juta.

Dalam pasal ini, demonstran yang akan demo hanya perlu memberikan pemberitahuan kepada pihak berwenang saja, bukan mendapatkan izin khusus.

Pengaturan mengenai pemberitahuan unjuk rasa sudah ada dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Poin masalah:

- Pasal ini lebih ketinggalan zaman dari Pasal 510 KUHP buatan masa kolonial yang memberikan sanksi maksimal dua minggu penjara.

3. Pasal 188 tentang Larangan Menyebarkan atau Mengembangkan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme

LBH Jakarta menyebut, isi pasal 188 tiba-tiba berubah saat Rapat Pembahasan RKUHP antara pemerintah dan DPR pada 24 November 2022.

Rumusan pasal itu menambahkan “larangan menyebarkan dan mengembangkan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”.

Poin masalah:

- Pasal ini tidak menjelaskan maksud ‘paham lain yang bertentangan dengan Pancasila”.

- Siapa pihak yang berwenang menentukan paham mana yang bertentangan dengan Pancasila.

- LBH menyebut bahwa pasal ini berpotensi menghidupkan konsep pidana subversif, suatu tindakan yang dapat dinyatakan makar atau mengancam kekuasaan negara, seperti era Orde Baru.

4. Pasal 81 tentang Aturan Pidana Denda

Dalam pasal ini, kekayaan dan pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayarkan.

Jika uang yang didapatkan belum cukup membayar pidana denda, terpidana wajib mengganti sisanya dengan penjara, pidana pengawasan, atau kerja sosial.

Poin masalah:

- Pidana denda tidak bertujuan agar mendapatkan pemasukan untuk negara.

- Berpotensi timbulnya kesenjangan sosial, terutama warga miskin yang tidak mampu membayar denda.

- Pidana denda efektif berjalan jika ada aturan nominal denda yang tepat, bukan penyitaan aset.

5. Pasal 100 tentang Pidana Mati

Seluruh terpidana mati otomatis mendapatkan masa percobaan 10 tahun untuk menunda proses eksekusi.

Artinya, hakim tidak perlu mempertimbangkan pemberian masa penangguhan ini kepada para terpidana.

Poin masalah:

- Aturan ini otomatis berlaku tapi Pasal 100 ayat (1) dan (2) mengatur komponen pertimbangan hakim untuk memberikan penangguhan tersebut.

- LBH menyebutkan pidana mati seharusnya dihapuskan karena tidak demokratis.

- Harus ada jaminan masa percobaan itu benar-benar otomatis diberikan.

RKUHP kini resmi menjadi UU meski demo dan protes terus diserukan oleh warga Indonesia.***

 

Editor: Maya Atika


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah