Bahkan, dalam penjelasan UUD 1945, disebutkan warga keturunan Tionghoa.
Namun, pada 1948, pemberontakan Partai Komunis Indonesia disebut mendapat dukungan dari Partai Komunis Cina dan orang-orangnya menggunakan istilah “Tionghoa”.
Akibatnya, tahun 1959, muncul larangan berdagang dengan orang asing, termasuk orang Tiongkok, serta orang Indonesia keturunan Tionghoa harus memilih satu kewarganegaraan, antara Indonesia atau Tiongkok.
Berbagai peristiwa kerusuhan rasialisme pun terjadi di masa itu.
Presiden Soeharto bahkan mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang mengatur agama, adat-istiadat, dan kepercayaan orang Tionghoa di bawah pemerintahan. Dalam aturan ini, digunakan istilah “Cina”.
Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 juga dikeluarkan yang isinya membenarkan penggunaan “Cina” daripada “Tionghoa/Tiongkok”.
Aturan itu menuliskan nama “Cina” digunakan sesuai dengan nama dinasti tempat asal ras Cina, pengunaan istilah itu lebih dikehendaki rakyat Indonesia, serta mengesampingkan aspek emosi dan politik.
Tahun itu, nama Republik Rakyat Cina resmi menggantikan Republik Rakyat Tiongkok, sedangkan Republik Cina menggantikan Taiwan.